Kamis, 27 Mei 2010

Saddu Dzari’ah

Saddu Dzari’ah

Dhobith ketujuh ini terdiri dari dua kalimat:
1. Saddu artinya : menutup celah atau mencegah sesuatu
2. Dzari’ah, secara bahasa bermakna wasilah (pengantar/penghubung).
Dan secara istilah, didefinisikan oleh para ulama dengan definisi-definisi yang hampir sama, kesimpulannya yaitu setiap amalan yang zhohirnya boleh namun bisa mengantar kepada sesuatu yang dilarang atau diharamkan.
Jadi Saddu Dzari’ah adalah mencegah wasilah-wasilah yang zhohirnya boleh namun bisa mengantar kepada sesuatu yang dilarang guna menolak terjadinya kerusakan.

Dhobith ketujuh ini adalah salah satu kaidah pokok dalam syari’at Islam dan didukung oleh dalil yang sangat banyak dalam Al-Qur`an dan Sunnah. Diantaranya, adalah firman Allah Ta’ala :
“Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan.” (QS. Al-An’am : 108)
Sisi pendalilan : Allah Tabaraka wa Ta’ala melarang dari mencerca sesembahan-sesembahan orang-orang kafir jangan sampai hal tersebut menyebabkan mereka mencerca Allah.

Dan Allah Jalla Jalaluhu berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu katakan (kepada Muhammad): “Raa`ina”, tetapi katakanlah : “Unzhurna”, dan “dengarlah”. Dan bagi orang-orang kafir siksaan yang pedih.” (QS. Al-Baqarah : 104)
Kalimat “Raina” dalam bahasa orang Yahudi adalah cercaan bagi orang yang diajak bicara maka hal tersebut dilarang sebab bisa mengantar orang-orang Yahudi untuk mencerca Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam karenanya.

Berkata Ibnu Rusyd : “Bab-bab Dzari’ah dalam Al-Kitab dan Sunnah panjang penyebutannya dan tidak mungkin dibatasi”.
Dan Ibnul Qayyim dalam I’lamul Muwaqqi’in menyebutkan sembilan puluh sembilan contah Saddu Dzari’ah dari Al-Qur`an dan As-Sunnah.

Dzari’ah dari sisi wajibnya untuk ditutup atau dicegah terbagi tiga dalam pendapat para ulama :

Satu : Apa yang disepakati oleh umat tentang wajibnya ditutup atau dicegah. Contohnya seperti dalam kandungan dua ayat di atas.

Dua : Apa yang disepakati oleh para ulama tentang tidak wajibnya untuk ditutup. Seperti melarang menanam anggur dengan alasan akan dijadikan sebagai minuman yang memabukkan.

Tiga : Apa yang terjadi padanya perbedaan pendapat dikalangan para ulama. Yaitu pada wasilah-wasilah yang boleh namun kebanyakannya bisa mengantar kepada suatu yang diharamkan.
Dan tentunya yang benar bahwa kaidah Saddu Dzari’ah ini berlaku berdasarkan dalil-dalil diatas.

Namun perlu diketahui bahwa penerapan kaidah Saddu Dzari’ah ini bila perkara tersebut bisa mengantar kepada suatu kerusakan atau perkara yang diharamkan secara pasti atau mendominasi. Wallahu A’lam.

Demikianlah beberapa dhobith yang merupakan pijakan dalam mu’amalat. Dan harus diingat bahwa siapa yang ingin masuk ke dalam suatu mu’amalat maka ia harus mempelajari hukum-hukum seputar mu’amalat tersebut agar mu’amalatnya benar dan jauh dari syubhat atau perkara yang diharamkan.
Karena itu para ulama salaf sangat mencela orang masuk ke dalam mu’amalat dan tidak faham akan hukum-hukumnya. Berkata Umar bin Khaththob radhiyallahu ‘anhu, “Jangan ada yang berdagang di pasar kami kecuali orang yang Faqih (faham hukum) kalau tidak maka dia akan makan riba”.
Dan siapa memahami tujuh dhobith di atas maka ia telah memiliki bekal yang baik dalam bermu’amalat. Dan siapa memahami tujuh dhobith di atas maka akan lebih mudah untuk memahami beberapa bentuk mu’amalat kekinian seperti kredit dan beberapa bentuknya, hadiah promosi dan beberapa jenisnya, bonus, diskon, garansi, asuransi, kartu ATM, kartu kredit, perlombaan atau pertandingan dan aneka ragamya, undian dan berbagai bentuknya, dan lain-lainnya yang dengan izin Allah akan diuraikan secara rinci dalam pembahasan ini.
Uraian tujuh dhobith di atas disarikan dari rujukan yang sangat banyak. Berikut ini beberapa rujukan utama kami :
1. Asy-Syarhul Mumti’ ‘Ala Zadil Mustaqni’ karya Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah jilid delapan.
2. AL-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyah.
3. Al-Mu’amalat Al-Maliyah Al-Mu’ashiroh oleh Khalid bin ‘Ali Al-Musyaiqih.
4. Al-Hawafiz Al-Tijariyah At-Taswiqiyah Wa Ahkamuha fil Fiqhil Islamy. Khalid bin ‘Abdullah Al-Mushlih.
5. Qawa’idul Buyu’ wa Fara`idul Furu’. As-Su’aidany.
6. Al-Farq Bainal Bai’ war Riba fii Asy-Syari’atul Islamiyah. Oleh Syaikh Sholih bin ‘Abdullah Al-Fauzan.
7. Qararat Wa Taushiyat Majma’ Al-Fiqh Al-Islamy.
8. Syarah Kitabul Buyu’ min Bulughul Maram. Oleh Syaikh Sholih bin ‘Abdul ‘Aziz Alu Asy-syaikh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar